Pada suatu hari Rasulullah mendapat berita yang
mengagetkan tentang salah seorang sahabatnya. "Ia sedang mengalami
sakaratul maut. Sudah kami talkin agar menyebut nama Allah, tetapi
lidahnya bagai terkunci," demikian tutur si pembawa kabar.
Rasulullah
bergegas menuju ke rumah sahabatnya itu. Sebab, ia seorang mukmin yang
beriman, pejuang yang ikhlas, dan dermawan yang tekun beribadah. Ia
harus diselamatkan.
"Sahabatku, katakanlah la ilaha illallah," ujar Nabi. Tetapi, orang itu hanya membisu saja.
Katakanlah illallah," desak Nabi. Masih juga orang itu memandang kosong.
"Katakanlah Allah," Nabi berbisik kembali. Orang itu tetap bengong. Lalu, menghembuskan napas penghabisan.
Katakanlah illallah," desak Nabi. Masih juga orang itu memandang kosong.
"Katakanlah Allah," Nabi berbisik kembali. Orang itu tetap bengong. Lalu, menghembuskan napas penghabisan.
Para
sahabat menjerit kecil. Mereka sangat sedih menyaksikan rekan setia
itu mengakhiri hidup di dunianya tanpa mampu melafalkan kalimat tauhid.
Namun, anehnya Nabi malah tersenyum ceria dan wajahnya bersinar cerah.
Tentu saja para sahabat keheranan. Di antara mereka, ada yang tidak
tahan untuk segera melontarkan pertanyaan.
"Wahai
kekasih Allah, alangkah menyakitkan sikapmu. Kami semua cemas
memikirkan nasib malang yang menimpa rekan kami itu di akhirat kelak,
mengapa engkau justru kelihatan gembira?"
Nabi,
masih bersinar-sinar menjawab. "Tidakkah kalian lihat menjelang
ajalnya, ia menatap ke atas sekilas? Ia menghadap Allah dengan isyarat
mata. Ia tidak mampu bertobat dengan lidahnya. Tetapi, ia memohon ampun
dengan hatinya. Aku senang sekali, karena Allah berfirman kepadaku
bahwa kedatangannya diterima dalam rida-Nya."
Sumber: Mutiara Hikmah dalam 1001 Kisah, Poliyama Widya Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar